RESUME PERENCANAAN WILAYAH
Friday, August 19, 2022
Add Comment
PERENCANAAN WILAYAH
A. Perencanaan Wilayah
Perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).Masalah terpenting dalam upaya pembangunan wilayah yang terpenting menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalahmenyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebihtertutup (Sirojuzilam, 2007).
Perencanaan wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 2000). Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku (aktor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek lingkungan lainnya dengan cara: secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah; merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah; menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah (solusi), dan melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tersediasehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan (Solihin, D, 2005). Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu : Physical Planning (Perencanaan fisik). Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam bentuk master plan (tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).
Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro). Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan). Social Planning (Perencanaan Sosial). Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis. Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah.
B. Dinamika Perubahan Lahan dan Perencanaan Wilayah Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dengan rencana merupakan gejala umum yang terjadi di kota-kota yang pesat pertumbuhannya. Perubahan pemanfaatan lahan dari peruntukan yang direncanakan umumnya disebabkan oleh ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar (Zulkaidi, 1999). Peruntukan lahan harus mempertimbangkan kepentingan umum serta ketentuan teknis dan lingkungan yang berlaku, sedangkan disisi lainnya kepentingan pasar dan dunia usaha mempunyai kekuatan yang tidak selalu dapat ditahan. Kedua faktor yang saling berlawanan ini diserasikan untuk memperoleh arahan pemanfaatan lahan yang optimal, yaitu yang dapat mengakomodasi kebutuhan pasar dengan meminimumkan dampak sampingan yang dapat merugikan kepentingan umum. Optimasi yang memuaskan semua pelaku yang terlibat tidak selalu dapat dicapai, dan ini juga tidak selalu sama untuk kasus-kasus dan lokasi pemanfaatan lahan yang dihadapi. Pengertian pemanfaatan atau dialihfungsikan lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sebidang lahan dari satu pemanfaatan ke pemanfaatan lainnya. Kajian ekonomi lahan menyatakan pengertian ini sering dilokasikan pada proses dialihgunakan khusus dalam dinamika perkembangan pusat kota (Zulkaidi, 1999). Proses perubahan yang terjadi dibagi kedalam 7 tahap berikut :
1. proses awal (inception), yaitu nilai berkembangnya suatu kawasan sebagai calon pusat kota bersama-sama mulai berkembangnya suatu kota.
2. ekslusi (eklusion), yaitu terjadinya penonjolan nilai lahan tertinggi di pusat kota sehingga kawasan pusat kota menjadi ekslusif.
3. proses segresi, yaitu terjadinya pemisahan kawasan fungsional baru di luar kawasan pusat kota.
4. proses perluasan (ekstension), yaitu terjadinya pemisahan kawasan pusat kota akibat bertambahnya jumlah kegiatan dan meluasnya jangkauan pelayanan.
5. proses peniruan dan penyesuaian (replication and readjustment), yaitu munculnya fungsi serupa pusat kota, terutama pusat perbelanjaan dipinggiran kota akibat terjadinya perluasan wilayah terbangun kota yang ada pada gilirannya menimbulkan penyesuaian di pusat kota lama.
6. proses peremajaan (redevelopment), yaitu dilakukannya peremajaan pusat kota akibat adanya dinamika perubahan karakter maupun kegiatan di dalamnya.
7. realisme kota, yaitu terjadinya hubungan berjenjang di suatu kota, di mana pusat kota menjadi lokasi terpenting sementara kawasan-kawasan lainnya mengerutkan diri ke dalam jenjang yang lebih rendah.
C. Penataan Ruang
Penataan ruang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR). Pasal 1 Butir 1 UUPR menyebutkan pengertian ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia, dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang sendiri terbagi dalam beberapa kategori, berikut :
i ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.
ii. ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut dari sisi garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya, dimana negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya.
iii. ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi, dimana negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya . Undang-undang Penataan Ruang menyatakan bahwa ruang terdiri dari ruang wilayah dan ruang kawasan. Pengertian wilayah dalam Pasal 1 Butir 17 UUPR adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrative dan/atau aspek fungsional. Pengertian kawasan dalam Pasal 1 Butir 20 Undang- Undang Perencanaan Ruang (UUPR) adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Ruang dalam wilayah nasional adalah wadah bagi manusia untuk melakukan kegiatannya. Hal ini tidaklah berarti bahwa ruang wilayah nasional akan dibagi habis oleh ruang-ruang yang diperuntukan bagi kegiatan manusia (fungsi budidaya) akan tetapi harus dipertimbangkan pula adanya ruang-ruang yang mempunyai fungsi lindung dalam kaitannya terhadap keseimbangan tata udara, tata air, konservasi flora dan fauna serta satu kesatuan ekologi. Pasal 1 Butir 2 UUPR, menjelaskan tentang yang dimaksud dengan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang dalam Pasal 1 Butir 3 UUPR adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedang pola ruang dalam Pasal 1 Butir 4 adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Pengertian penataan ruang dalam Pasal 1 Butir 5 UUPR adalah suatu sistem proses yang terdiri dari perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Proses penataan ruang tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat terpisahkan satu sama lainya. Sesuai dengan Pasal 6 Ayat (3) UUPR maka penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. D. Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
D.1 Pemahaman Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
Penataan Ruang Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) merupakan penjabaran
dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota ke dalam rencana distribusi
pemanfaat ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada kawasan kota.
Penataan tersebut bertujuan untuk mengatur dan menata kegiatan fungsional yang
direncanakan oleh perencanaan ruang di atasnya dalam mewujudkan ruang yang
serasi, seimbang, aman, nyaman, dan produktif. Muatan yang direncanakan dalam
RDTRK kegiatan berskala kawasan atau lokal dan lingkungan, dan atau kegiatan
khusus yang mendesak dalam pemenuhan kebutuhannya (Pemendagri No.
28,2008).
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dilakukan berdasarkan tingkat
urgensi/prioritas/keterdesakan penanganan kawasan tersebut di dalam wilayah
kota. Rencana Detail Tata Ruang juga merupakan rencana yang menetapkan blokblok
peruntukan pada kawasan fungsional kota sebagai penjabaran kegiatan ke
dalam wujud ruang, dengan memperhatikan keterkaitann antar kegiatann fungsi
dalam kawasan, agar tercipta lingkungan yang serasi, selaras, seimbang, dan
11
terpadu. Rencana Detail Tata Ruang adalah rencana pemanfaatan ruang bagian
wilayah kota secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang
dalam rangka pengaturan zonasi, perizinan, dan pembangunan kawasan. Lingkup
wilayah yang diatur dalam RDTRK meliputi sebagian wilayah atau seluruh
wilayah administrasi kota atau beberapa kawasan tertentu dengan skala kedetilan
minimal 1 : 5.000. Isi dari RDTRK meliputi kebijaksanaan pengembangan
penduduk, rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kota, rencana struktur
tingkat pelayanan, rencana sistem jaringan fungsi jalan, rencana sistem jaringan
utilitas, rencana kepadatan bangunan lingkungan dan rencana ketinggian
bangunan (Pemendagri No. 28,2008).
G.2 Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Rencana Detail Tata Ruang
Penggunaan Lahan
Rencana Detail Tata Ruang merupakan hasil analisis kesesuaian
penggunaan lahan. Kesesuaian penggunaan lahan terhadap Rencana Rencana
Detail Tata Ruang adalah perbandingan antara arahan kawasan menurut tata ruang
dengan kondisi eksisting penggunaan lahan saat ini. Beberapa literatur
menggunakan istilah penyimpangan penggunaan lahan sebagai padanan
ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan rencana penggunaan lahan. Restina
(2009) dalam tesisnya, menemukan faktor faktor yang mempengaruhi
penyimpangan adalah,kepadatan penduduk, luas lahan pertanian, bangunan di
bantaran sungai dan jarak ke pusat kota. Faktor sosial ekonomi masyarakat seperti
pendidikan, pekerjaan pendapatan, kepemilikan lahan serta tingkat pengetahuan
masyarakat tentang rencana tata ruang yang rendah akibat kurangnya sosialisasi
dari instansi terkait.
G.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Rencana
Tata Ruang
Implementasi rencana tata ruang adalah sebuah tindakan nyata dari produk
rencana yang telah dibuat sebagai upaya untuk mencapai tujuan penataan ruang.
Tujuan yang dimaksud adalah tujuan yang diinginkan supaya berdampak pada
kelompok sasaran (Dilang, 2008). Ginting (2010) dalam tesisnya menyatakan
bahwa kemampuan dalam melaksanakan rencana (implementabilitas) dipengaruhi
12
oleh empat faktor yaitu : teknik, politik, ekonomi, dan sosial.
Implementabilitas Rencana Detail Tata Ruang Aglomerasi Perkotaan
Yogyakarta (APY) Kabupaten Sleman menurutnya tidak dipengaruhi oleh faktor
ekonomi namun lebih dipengaruhi oleh :
faktor teknik, sistem hierarki kota dan lokasi wilayah;
faktor politik yang berkaitan dengan kekuasaan; dan
faktor sosial.
Menurut Edward, (1980 dalam Suharyono, 2000), sebuah implementasi
setidaknya dipengaruhi oleh faktor sumberdaya, disposisi (komitmen penentu
kebijakan), komunikasi (kecepatan dan kejelasan informasi antar unit pelaksana)
dan struktur birokrasi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi efektif atau tidaknya
implementasi peraturan penataan ruang adalah : kelembagaan, aparat pelaksana,
pengawasan dan pengendalian, pendanaan serta adat istiadat masyarakat yang
kondusif. Dilang (2008) menyatakan terdapat dua hal yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi yaitu : kualitas rencana dan kemampuan kelembagaan
yang baik.
Hal hal yang membuat suatu kebijakan, rencana atau program menjadi tidak
berhasil antara lain: terjadinya inkonsistensi aparat penyusun/pelaksana rencana
atau program, sumberdaya aparatur pemerintah yang lemah dan substansi rencana
yang tidak matang (Dilang, 2008). Laurensius (1996) menyebutkan sebuah
rencana tata ruang wilayah akan terhambat apabila terdapat faktor penghambat
yaitu : adanya loyalitas ganda para pelaksana serta timbulnya hambatan dari
lingkungan sosial maupun alam.
E. Lahan
Lahan dapat diartikan sebagai land settlemen yaitu suatu tempat atau
daerah di mana penduduk berkumpul dan hidup bersama, mereka dapat
menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan, dan
mengembangkan hidupnya. Setiap makhluk hidup pasti membutuhkan
pemanfaatan ruang/lahan untuk tumbuh, berkembang, dan melakukan aktivitas
baik sosial maupun ekonomi sesuai fungsi dari lahan yang berbeda-beda
(Bintarto, 1977).
F. Penggunaan Lahan
Menurut Arsyad (1989) mengemukakan bahwa penggunaan lahan adalah
suatu bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan baik kebutuhan material maupun kebutuhan spiritual.
Penggunaan lahan tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar
yaitu :
(1) penggunaan lahan pertanian, dan
(2) penggunaan lahan bukan pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan ke dalam jenis penggunaan
berdasarkan atas penyediaan air dan bentuk pemanfaatan di atas lahan tersebut.
Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan : (1) tegalan, (2) sawah, (3)
perkebunan, (4) padang rumput, (5) hutan produksi, (6) hutan lindung, dan (7)
padang alang-alang. Penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan ke dalam
beberapa bagian seperti: (1) pemukiman, (2) industri, (3) tempat rekreasi, dan (4)
pertambangan.
G. Perubahan Penggunaan Lahan
Pertambahan jumlah penduduk kota berarti juga peningkatan kebutuhan
lahan. Sifat lahan yang tidak dapat bertambah, maka yang terjadi adalah
perubahan penggunaan lahan yang cenderung menurunkan proporsi lahan-lahan
yang sebelumnya merupakan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan
lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan
berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda
(Martin, 1993 dalam Wahyunto dkk., 2001). Seseorang melakukan perubahan
penggunaan lahan dengan maksud untuk memaksimalkan sumberdaya lahan
tersebut sehingga diharapkan akan memperoleh keuntungan yang maksimal pula.
Berbagai fenomena perubahan penggunaan lahan telah terjadi dari waktu ke
waktu. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi sejalan dengan semakin
meningkatnya pertambahan jumlah penduduk yang secara langsung berdampak
14
pada kebutuhan terhadap lahan yang semakin meningkat. Perubahan penggunaan
di Kecamatan Depok yang terjadi di duga oleh meningkatnya jumlah penduduk
dan tingginya aktivitas sosial dan ekonomi. Perubahan penggunaan lahan yang
merupakan imbas dari tingginya aktivitas sosial dan ekonomi pusat kota dapat dipelajari
dengan menggunakan suatu pendekatan, salah satunya pendekatan dengan analisa
keruangan (spatial analysis). Analisa keruangan yang dilakukan dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pemanfaatan ruang aktual terhadap Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR).
H. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Lahan sebagai suatu sumber daya alam yang dimanfaatkan oleh seluruh
masyarakat memiliki sifat dinamis, artinya akan mengalami perubahan dari waktu
ke waktu (terkait jenis penggunaannya). Perubahan penggunaan lahan merupakan
suatu proses yang berjalan seiring perkembangan jumlah dan aktivitas penduduk.
Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi karena adanya faktor dominan yang
mempengaruhinya. Ada 4 proses utama yang menyebabkan terjadinya perubahan
penggunaan lahan (Bourne, 1982 dalam Brian Erfino W., 2014) yaitu :
1. perluasan batas kota;
2. peremajaan pusat kota;
3. perluasan jaringan infrastruktur;
4. tumbuh dan hilangnya pemusatan aktivitas tertentu misalnya, tumbuh
aktivitas industri dan pembangunan aktivitas industri dan pembangunan
sarana rekreasi atau wisata.
Selain itu, menurut (Cullingsworth, 1997) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, perubahan penggunaan yang cepat
di perkotaan dipengaruhi oleh 4 faktor, yakni :
1. adanya konsentrasi penduduk dengan segala aktivitasnya;
2. aksesibilitas terhadap pusat kegiatan dan pusat kota;
3. jaringan jalan dan sarana transportasi, dan
4. orbitasi, yakni jarak yang menghubungkan suatu wilayah dengan pusatpusat
pelayanan yang lebih tinggi.
Chapin (1979) juga mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang
15
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yaitu topografi, penduduk, nilai
lahan, aksesibilitas, sarana, dan prasarana serta daya dukung lingkungan.
Merangkum kedua pendapat di atas mengenai faktor yang mempengaruhi
penggunaan lahan yang pada akhirnya akan mengarah ke perubahan penggunaan
lahan, tingkah laku serta tindakan manusia merupakan faktor penentu perubahan
penggunaan lahan. Hal ini telah menjadi hukum alam untuk dapat memenuhi
kebutuhan manusia yang terkait kehidupan ekonomi dan sosial. Kegiatan
pemenuhan kebutuhan tersebut dapat di deskripsikan secara tidak langsung akan
mempengarui penggunaan lahan yang pada akhirnya akan mengarah ke perubahan
penggunaan lahan yang berbeda dari kondisi awalnya.
0 Response to "RESUME PERENCANAAN WILAYAH "
Post a Comment