RESUME PERENCANAAN WILAYAH

PERENCANAAN WILAYAH 




A. Perencanaan Wilayah Perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).Masalah terpenting dalam upaya pembangunan wilayah yang terpenting menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalahmenyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebihtertutup (Sirojuzilam, 2007). Perencanaan wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 2000). Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku (aktor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek lingkungan lainnya dengan cara: secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah; merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah; menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah (solusi), dan melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tersediasehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan (Solihin, D, 2005). Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu : Physical Planning (Perencanaan fisik). Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam bentuk master plan (tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan). Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro). Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan). Social Planning (Perencanaan Sosial). Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis. Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah.


 B. Dinamika Perubahan Lahan dan Perencanaan Wilayah Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dengan rencana merupakan gejala umum yang terjadi di kota-kota yang pesat pertumbuhannya. Perubahan pemanfaatan lahan dari peruntukan yang direncanakan umumnya disebabkan oleh ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar (Zulkaidi, 1999). Peruntukan lahan harus mempertimbangkan kepentingan umum serta ketentuan teknis dan lingkungan yang berlaku, sedangkan disisi lainnya kepentingan pasar dan dunia usaha mempunyai kekuatan yang tidak selalu dapat ditahan. Kedua faktor yang saling berlawanan ini diserasikan untuk memperoleh arahan pemanfaatan lahan yang optimal, yaitu yang dapat mengakomodasi kebutuhan pasar dengan meminimumkan dampak sampingan yang dapat merugikan kepentingan umum. Optimasi yang memuaskan semua pelaku yang terlibat tidak selalu dapat dicapai, dan ini juga tidak selalu sama untuk kasus-kasus dan lokasi pemanfaatan lahan yang dihadapi. Pengertian pemanfaatan atau dialihfungsikan lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sebidang lahan dari satu pemanfaatan ke pemanfaatan lainnya. Kajian ekonomi lahan menyatakan pengertian ini sering dilokasikan pada proses dialihgunakan khusus dalam dinamika perkembangan pusat kota (Zulkaidi, 1999). Proses perubahan yang terjadi dibagi kedalam 7 tahap berikut : 

1. proses awal (inception), yaitu nilai berkembangnya suatu kawasan sebagai calon pusat kota bersama-sama mulai berkembangnya suatu kota. 
2. ekslusi (eklusion), yaitu terjadinya penonjolan nilai lahan tertinggi di pusat kota sehingga kawasan pusat kota menjadi ekslusif. 
3. proses segresi, yaitu terjadinya pemisahan kawasan fungsional baru di luar kawasan pusat kota. 
4. proses perluasan (ekstension), yaitu terjadinya pemisahan kawasan pusat kota akibat bertambahnya jumlah kegiatan dan meluasnya jangkauan pelayanan. 
5. proses peniruan dan penyesuaian (replication and readjustment), yaitu munculnya fungsi serupa pusat kota, terutama pusat perbelanjaan dipinggiran kota akibat terjadinya perluasan wilayah terbangun kota yang ada pada gilirannya menimbulkan penyesuaian di pusat kota lama. 
6. proses peremajaan (redevelopment), yaitu dilakukannya peremajaan pusat kota akibat adanya dinamika perubahan karakter maupun kegiatan di dalamnya.
7. realisme kota, yaitu terjadinya hubungan berjenjang di suatu kota, di mana pusat kota menjadi lokasi terpenting sementara kawasan-kawasan lainnya mengerutkan diri ke dalam jenjang yang lebih rendah. 

C. Penataan Ruang Penataan ruang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR). Pasal 1 Butir 1 UUPR menyebutkan pengertian ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia, dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang sendiri terbagi dalam beberapa kategori, berikut : i ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah. ii. ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut dari sisi garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya, dimana negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya. iii. ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi, dimana negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya . Undang-undang Penataan Ruang menyatakan bahwa ruang terdiri dari ruang wilayah dan ruang kawasan. Pengertian wilayah dalam Pasal 1 Butir 17 UUPR adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrative dan/atau aspek fungsional. Pengertian kawasan dalam Pasal 1 Butir 20 Undang- Undang Perencanaan Ruang (UUPR) adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Ruang dalam wilayah nasional adalah wadah bagi manusia untuk melakukan kegiatannya. Hal ini tidaklah berarti bahwa ruang wilayah nasional akan dibagi habis oleh ruang-ruang yang diperuntukan bagi kegiatan manusia (fungsi budidaya) akan tetapi harus dipertimbangkan pula adanya ruang-ruang yang mempunyai fungsi lindung dalam kaitannya terhadap keseimbangan tata udara, tata air, konservasi flora dan fauna serta satu kesatuan ekologi. Pasal 1 Butir 2 UUPR, menjelaskan tentang yang dimaksud dengan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang dalam Pasal 1 Butir 3 UUPR adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedang pola ruang dalam Pasal 1 Butir 4 adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Pengertian penataan ruang dalam Pasal 1 Butir 5 UUPR adalah suatu sistem proses yang terdiri dari perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Proses penataan ruang tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat terpisahkan satu sama lainya. Sesuai dengan Pasal 6 Ayat (3) UUPR maka penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. D. Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) D.1 Pemahaman Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Penataan Ruang Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota ke dalam rencana distribusi pemanfaat ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada kawasan kota. Penataan tersebut bertujuan untuk mengatur dan menata kegiatan fungsional yang direncanakan oleh perencanaan ruang di atasnya dalam mewujudkan ruang yang serasi, seimbang, aman, nyaman, dan produktif. Muatan yang direncanakan dalam RDTRK kegiatan berskala kawasan atau lokal dan lingkungan, dan atau kegiatan khusus yang mendesak dalam pemenuhan kebutuhannya (Pemendagri No. 28,2008). Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dilakukan berdasarkan tingkat urgensi/prioritas/keterdesakan penanganan kawasan tersebut di dalam wilayah kota. Rencana Detail Tata Ruang juga merupakan rencana yang menetapkan blokblok peruntukan pada kawasan fungsional kota sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang, dengan memperhatikan keterkaitann antar kegiatann fungsi dalam kawasan, agar tercipta lingkungan yang serasi, selaras, seimbang, dan 11 terpadu. Rencana Detail Tata Ruang adalah rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kota secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pengaturan zonasi, perizinan, dan pembangunan kawasan. Lingkup wilayah yang diatur dalam RDTRK meliputi sebagian wilayah atau seluruh wilayah administrasi kota atau beberapa kawasan tertentu dengan skala kedetilan minimal 1 : 5.000. Isi dari RDTRK meliputi kebijaksanaan pengembangan penduduk, rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kota, rencana struktur tingkat pelayanan, rencana sistem jaringan fungsi jalan, rencana sistem jaringan utilitas, rencana kepadatan bangunan lingkungan dan rencana ketinggian bangunan (Pemendagri No. 28,2008). 

G.2 Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Rencana Detail Tata Ruang Penggunaan Lahan Rencana Detail Tata Ruang merupakan hasil analisis kesesuaian penggunaan lahan. Kesesuaian penggunaan lahan terhadap Rencana Rencana Detail Tata Ruang adalah perbandingan antara arahan kawasan menurut tata ruang dengan kondisi eksisting penggunaan lahan saat ini. Beberapa literatur menggunakan istilah penyimpangan penggunaan lahan sebagai padanan ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan rencana penggunaan lahan. Restina (2009) dalam tesisnya, menemukan faktor faktor yang mempengaruhi penyimpangan adalah,kepadatan penduduk, luas lahan pertanian, bangunan di bantaran sungai dan jarak ke pusat kota. Faktor sosial ekonomi masyarakat seperti pendidikan, pekerjaan pendapatan, kepemilikan lahan serta tingkat pengetahuan masyarakat tentang rencana tata ruang yang rendah akibat kurangnya sosialisasi dari instansi terkait. 

G.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Implementasi rencana tata ruang adalah sebuah tindakan nyata dari produk rencana yang telah dibuat sebagai upaya untuk mencapai tujuan penataan ruang. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan yang diinginkan supaya berdampak pada kelompok sasaran (Dilang, 2008). Ginting (2010) dalam tesisnya menyatakan bahwa kemampuan dalam melaksanakan rencana (implementabilitas) dipengaruhi 12 oleh empat faktor yaitu : teknik, politik, ekonomi, dan sosial. Implementabilitas Rencana Detail Tata Ruang Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) Kabupaten Sleman menurutnya tidak dipengaruhi oleh faktor ekonomi namun lebih dipengaruhi oleh : faktor teknik, sistem hierarki kota dan lokasi wilayah; faktor politik yang berkaitan dengan kekuasaan; dan faktor sosial. Menurut Edward, (1980 dalam Suharyono, 2000), sebuah implementasi setidaknya dipengaruhi oleh faktor sumberdaya, disposisi (komitmen penentu kebijakan), komunikasi (kecepatan dan kejelasan informasi antar unit pelaksana) dan struktur birokrasi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi efektif atau tidaknya implementasi peraturan penataan ruang adalah : kelembagaan, aparat pelaksana, pengawasan dan pengendalian, pendanaan serta adat istiadat masyarakat yang kondusif. Dilang (2008) menyatakan terdapat dua hal yang mempengaruhi keberhasilan implementasi yaitu : kualitas rencana dan kemampuan kelembagaan yang baik. Hal hal yang membuat suatu kebijakan, rencana atau program menjadi tidak berhasil antara lain: terjadinya inkonsistensi aparat penyusun/pelaksana rencana atau program, sumberdaya aparatur pemerintah yang lemah dan substansi rencana yang tidak matang (Dilang, 2008). Laurensius (1996) menyebutkan sebuah rencana tata ruang wilayah akan terhambat apabila terdapat faktor penghambat yaitu : adanya loyalitas ganda para pelaksana serta timbulnya hambatan dari lingkungan sosial maupun alam. 

E. Lahan Lahan dapat diartikan sebagai land settlemen yaitu suatu tempat atau daerah di mana penduduk berkumpul dan hidup bersama, mereka dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya. Setiap makhluk hidup pasti membutuhkan pemanfaatan ruang/lahan untuk tumbuh, berkembang, dan melakukan aktivitas baik sosial maupun ekonomi sesuai fungsi dari lahan yang berbeda-beda (Bintarto, 1977). 

F. Penggunaan Lahan Menurut Arsyad (1989) mengemukakan bahwa penggunaan lahan adalah suatu bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan kehidupan baik kebutuhan material maupun kebutuhan spiritual. Penggunaan lahan tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar yaitu : (1) penggunaan lahan pertanian, dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan ke dalam jenis penggunaan berdasarkan atas penyediaan air dan bentuk pemanfaatan di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan : (1) tegalan, (2) sawah, (3) perkebunan, (4) padang rumput, (5) hutan produksi, (6) hutan lindung, dan (7) padang alang-alang. Penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan ke dalam beberapa bagian seperti: (1) pemukiman, (2) industri, (3) tempat rekreasi, dan (4) pertambangan. 

G. Perubahan Penggunaan Lahan Pertambahan jumlah penduduk kota berarti juga peningkatan kebutuhan lahan. Sifat lahan yang tidak dapat bertambah, maka yang terjadi adalah perubahan penggunaan lahan yang cenderung menurunkan proporsi lahan-lahan yang sebelumnya merupakan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Martin, 1993 dalam Wahyunto dkk., 2001). Seseorang melakukan perubahan penggunaan lahan dengan maksud untuk memaksimalkan sumberdaya lahan tersebut sehingga diharapkan akan memperoleh keuntungan yang maksimal pula. Berbagai fenomena perubahan penggunaan lahan telah terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk yang secara langsung berdampak 14 pada kebutuhan terhadap lahan yang semakin meningkat. Perubahan penggunaan di Kecamatan Depok yang terjadi di duga oleh meningkatnya jumlah penduduk dan tingginya aktivitas sosial dan ekonomi. Perubahan penggunaan lahan yang merupakan imbas dari tingginya aktivitas sosial dan ekonomi pusat kota dapat dipelajari dengan menggunakan suatu pendekatan, salah satunya pendekatan dengan analisa keruangan (spatial analysis). Analisa keruangan yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pemanfaatan ruang aktual terhadap Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). 

H. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Lahan sebagai suatu sumber daya alam yang dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat memiliki sifat dinamis, artinya akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu (terkait jenis penggunaannya). Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu proses yang berjalan seiring perkembangan jumlah dan aktivitas penduduk. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi karena adanya faktor dominan yang mempengaruhinya. Ada 4 proses utama yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan (Bourne, 1982 dalam Brian Erfino W., 2014) yaitu : 
1. perluasan batas kota; 
2. peremajaan pusat kota; 
3. perluasan jaringan infrastruktur; 
4. tumbuh dan hilangnya pemusatan aktivitas tertentu misalnya, tumbuh aktivitas industri dan pembangunan aktivitas industri dan pembangunan sarana rekreasi atau wisata. Selain itu, menurut (Cullingsworth, 1997) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, perubahan penggunaan yang cepat di perkotaan dipengaruhi oleh 4 faktor, yakni : 
1. adanya konsentrasi penduduk dengan segala aktivitasnya; 
2. aksesibilitas terhadap pusat kegiatan dan pusat kota; 
3. jaringan jalan dan sarana transportasi, dan 
4. orbitasi, yakni jarak yang menghubungkan suatu wilayah dengan pusatpusat pelayanan yang lebih tinggi. Chapin (1979) juga mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang 15 mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yaitu topografi, penduduk, nilai lahan, aksesibilitas, sarana, dan prasarana serta daya dukung lingkungan. Merangkum kedua pendapat di atas mengenai faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan yang pada akhirnya akan mengarah ke perubahan penggunaan lahan, tingkah laku serta tindakan manusia merupakan faktor penentu perubahan penggunaan lahan. Hal ini telah menjadi hukum alam untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia yang terkait kehidupan ekonomi dan sosial. Kegiatan pemenuhan kebutuhan tersebut dapat di deskripsikan secara tidak langsung akan mempengarui penggunaan lahan yang pada akhirnya akan mengarah ke perubahan penggunaan lahan yang berbeda dari kondisi awalnya.

0 Response to "RESUME PERENCANAAN WILAYAH "

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel